1. PERNIKAHAN
BEDA AGAMA MENURUT PANDANGAN ISLAM
Dalam islam, menikah
bukan hanya menyatukan dua manusia, melainkan ada aturan-aturannya yang harus
di petrhatikan, sehingga dengan aturan-aturtan itu menimbulkan adanya
pernikahan yang sah dan tidak sah, serta pernikahan yang di perbolehkan dan
tidak di perbolehkan, lantas bagaimana dengan perbedaan beda agama ?.
Pada dasarnya ulama
membolehkan menikah beda agama, namun dengan kondisi seorang muslim laki-laki
menikah dentgan ahli kitab ( Nasrani dan Yahudi ). Ini pendapat jumhur
(mayoritas ulama ).
Dalam beberapa
literature dan juga dan kitab-kitab tafsir disebutkan perbedaan pendapat apakah
selain wanita ahli kitab, seorang muslim boleh menikahinya ? artinya ulama
berbeda pendapat tentang kebolehan menikahi wanita non islam yang dari selain
ahli kitab.
Imam syafi’I dalam
kitab klasiknya, Al-Umm, mendepinisikan kitabiyah dan non kitabiyah sebagai
berikut, “ yang dimaksud dengan ahli kitab adalah orang-orang yahudi dan
nasrani yang berasal dari keturunan bangsa Israel asli. Adapun ummat-ummat lain
yang menganut agama yahudi dan nasrani, maka mereka tidak termasuk dalam kata
ahlul kitab. Sebab, nabi musa AS dan nabi Isa AS tidak diutus kecuali untuk
Israel dan dakwah mereka bukan ditujukan bagi ummat-ummat setelah bani Israel”.
Jumhur sahabat dan
jumhur ulama pun membolehkan pernikahan beda agama dalam keadaan seperti ini,
yakni laki-laki muslim menikahi wanita muslim, diantara para jumhur sahabat
membolehkan laki-laki muslim menikahi wanita kitabiyah, diantaranya adalah Umar
bin Khattab, Utsman bin Affan, Jabir, Talhah, Khudzaifah. Bersama dengan
sahabat Nabi juga ada para tabi’insya Allah seperti Atha bin ibnul musayib
al-Hasan, Thawus bin Jabir Az-zuhri.
Adapun jika keadaannya
terbalik, wanita muslim menikah laki laki non muslim ( kafir / musyrik) ijma’ (consensus)
ulama; tidak diperbolehkan seorang wanita muslim menikah dengan laki laki non
muslim, apapun jenis ke non muslimannya. Hindu atau agama pun, yang penting ia
bukanlah seorang muslim.
Yang sedikit berbeda
pendapatnya hanya imam malik dan imam ahmad bin hanbal, dimana mereka berdua
tidak melarang hanya memkaruhkan menikah wanita kitabiyah selama ada wanita
muslim.
Pendapat yang
mengatakan bahwa nasrani itu musyrik adalah pendapat ibnu umar. Beliau
mengatakan bahwa nasrani itu musrik. Selain itu
ada ibnu hazm yang mengatakan
bawah tidak ada yang lebih musyrik dari
orang yang mengatakan bahwa tuhannya adalah isa. Sehingga menurut wanita ahli
kitab itu haram hukumnya karna mereka adalah musyrik.
Namun jumhur ulama
tetap mengatakan bahwa wanita kitabiyah itu boleh dinikahi, meski ada perbedaan
dalam tingkat kebolehhannya. Namun demikian, wanita muslimat yang komitmen dan
bersungguh sungguh dengan agamanya lebih utama dan lebih layak bagi seorang
muslim disbanding wanita ahli kitab. Juga apabila ia khawatir terhadap akidah
anak anak yang lahir nanti, serta apabilajumlah peria muslim sedikit sementara
wanita muslimah banyak, maka dalam kondisi demikian ada yang berpendapat haram
hukumnya peria muslim menikah dengan orang non muslim.
Secara ringkas humum nikah beda agama bisa kita bagi
menjadi 4 macam yaitu;
1.suami islam, istri ahli kitab= boleh
2.suami islam, istri kafir bukan ahli kitab=haram
3. suami ahli kitab,isrti islam=haram
4.suami kafir bukan ahli kitab, istri islam=haram
Dibolehkannya laki laki
muslim menikah dengan wanita ahlul kitab namun tidak sebaliknya karna laki laki
adalah pemimpin rumah tangga, berkuasanya atas istrinya, dan bertanggung jawab
terhadap dirinya . namun perlulah diketahui masih adakah yang namanya wanita
ahlul kitab zaman sekarng ? wallahu’alam. Itu seperti mencari jarum dalam
tumpukan jerami. Dan untuk hal saat ini. Adalah laki laki menemuikan wanita
ahli kitab walaupun diperbolehkan.
Islam menjamin
kebesaran akidah bagi istrinya, serta melindungi hak hak dan kehormatannya
dengan syarat dan bimbingannya.akan tetapi, agama lain seperti nasrani dan
yahudi tidak pernah menjamin kepada istrinya yang berlainan agama.
2. Dalil
mengenai pernikahan beda agama
Allah
SWT berpirman yang artinya; “dan janganlah kamu menikahkan orang orang musyrik
(dengan wanita wanita mukmin) sebelum merkea beriman. Sesungguhnya budak yang
muslim / mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu,
mereka mengajak keneraka.(QS: Al-Baqarah:221)
(al
mumtahanah)
“
mereka (wanita wanita mukmin) tiada halal bagi orang orang kafir itu dan orang
orang kapir itu tidak halal pula bagi mereka.(QS: Al-mumtahanah:10)
Dua
ayat diatas ini denagn tegasnya mengatakan bahwa wanita muslimah itu haram
dinikahi dengan orang kapir bagai
manapun alasannya. Dan ulamak telah mengataknya bahwa ini adalah ijma’ ulama.
Jika
didalam suatu hukum sudah dihukumi ijam’, maka sudah tidak ada lagi
perseliohihan pendapat didalamnya. Begitu suatu masalah dihukumi, dan hukum itu
tidak diselisihkan oleh ulama yang lain, maka itu menjadi ijam’. Dan ketika
sudah mendaji ijma’, sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Ini perinsip yang di
pegang para fuqaha’(ahli fiqih).
Ada
pun juga ayat yang terkandung dalam surat al-maidah ayat 5, yang artinya ‘’
pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Maka( sembelihan) orang orang yang alhi kitab itu halal bagimu,
dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka. (dan dihalalkan mengawini) wanita
yang menjaga kehormatan diantara wanita wanita yang beriman dsan wanita yang menjaga
kehormatan di anta orang orang ahli kitab sebelum kamu.(QS: al-maidah:5)
Namun
ayat yang diatas ini ialah( takhshish) untuk ayat 221 surat al-baqarah diatas. Disebutkan bahwa
wanita nonmuslim (musyrik) itu tidak boleh dinikahi oelh laki laki muslim. Pada
ayat ini terjadi pengkhususan, bahwa larangan yang di suruh al-baqarah itu untuk wanita musyrik saja,
sedangkan ahli kitab,dibolehkan.
Artinya
bahwa kalau wanita itu ahli kitab, tetap boleh. Walaupun dia seorang wanita
kafir. Karna yang dilarang itu ialah wanita kafir yang selain ahli kitab.
Larangan
bagi wanita muslimah untuk menikah
dengan laki laki non muslim tetap berlaku. Karna ayat ini ialah
(takhshish) bukan (naskh) yang menghapus kandungan hukum dalam ayat. Ini hanya
penghususan saja. Maka yang tidak dikhususkan dalam ayat ,hukumnya tetap
berlaku.
KESIMPULAN
1.menikah secara bahasa
artinya menyatukan, menjodohkan atau bersenggama, sedangkan menurut istilah
adalah akad yang menghalalkan pergaulan
antara laki laki dengan wanita yang tidak ada hubungan mahram sehingga dengan
akad tersebut terjadi hak dan kewajiban antara kedua instan.
2. tujuan menikah
menurut syariat islam adalah: untik memenuhi tuntyunan naluri manusia yang
asasi, untuk membentengi akhlaq yang luhur dan untuk menenuhi pandangan , untuk
menegakkan rumah tangga yang islami, dan untuk memperoleh keturunan yang sah
secara biologis dan secara syariat.
3. sebagian besar ulama
membolehkan pernikhan beda agama dengan syarat laki laki nya adalah seorang
muslim dan wanitanya non muslim ahli kitab, diluar keadaan itu maka pernikahan
beda agama diharamkan.
4. dalil mengenai
pernikahan beda agama tertulis dalam al quran secara jelas di dalam surat
al-baqarah:221.
DAFTAR
PUSTAKA
1.http://www.hidyatullah.com/artikel/tsaqafah/read/2014/09/10/29:dan-pernikahan-beda-agama-bagian-1.html/2#.vcc73mpcd6l
0 komentar:
Posting Komentar