TUGAS
TEKNOLOGI
INFORMATIKA
(SEJARAH
TPQ DI NTB)
OLEH
: KELAS 2 B
BAIQ
ROHILA CAHYANI : 170202037
USWATUN
HASANAH : 170202041
AKHWAL
SAKHSIYYAH
FAKULTAS
SYARI’AH
UIN
MATARAM
2017/2018
TPQ(TEMPAT
PEMBELAJARAN QUR’AN)
Taman Pendidikan Al Qur’an
(disingkat (TPA/TPQ)) adalah
lembaga atau kelompok
masyarakat
yang menyelenggarakan pendidikan nonformal
jenis keagamaan Islam
yang bertujuan untuk memberikan pengajaran membaca Al Qur’an
sejak usia dini, serta memahami dasar-dasar dinul Islam pada anak usia taman kanak-kanak, sekolah dasar
dan atau madrasah ibtidaiyah
(SD/MI) atau bahkan yang lebih tinggi. TPA/TPQ[1]
setara dengan RA
dan taman kanak-kanak
(TK), di mana kurikulumnya ditekankan pada pemberian dasar-dasar membaca Al
Qur'an serta membantu pertumbuhan dan perkembangan rohani anak agar memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Membahahas tentang sejarah TPQ di NTB terlebih dahulu
kita mengetahui bagaimana sejarah TPQ di Indonesia. Berikut penjelasannya :
A. Sejarah TPQ di Indonesia
Pendidikan
Al-Qur’an sekarang telah berkembang dengan pesat. Hampir setiap kampung atau
desa akan ditemukan TPA/TPQ dengan berbagai aktivitas pembelajaran
Al-Qur’annya. Sejarah pembentukannya pun telah melalui jalan sejarah yang
panjang.
Sebelum
sistem pendidikan Al-Qur’an dengan bentuk Taman Kanak-Kanak Al-Qur’an (TKA/TKQ)
dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/TPQ) berkembang pesat yaitu sebelum tahun
1990-an , jumlah anak muda Indonesia yang tidak lancar dan tidak mampu membaca
Al-Qur’an semakin meningkat.
Pernyataan
tersebut didukung dengan adanya catatan-catatan berikut :
1.
Di tahun 1950-an, umat
Islam di indonesia baik tua ataupun muda yang tidak mampu membaca Al-Qur’an ada 17%, dan kemudian
pada tahun 1980-an meningkat menjadi 56%.
2.
Berdasarkan Hasil
penelitian yang dilaksanakan pimpinan wilayah Muhammadiyah DKI jakarta bekerja
sama dengan Dewan Dakwah Indonesia pada tahun 1988 terdapat pernyataan bahwa
75% pelajar SMA di Jakarta tidak mampu membaca Al-Qur’an.
3.
Berdasarkan hasil survey
Kantor Departemen Agama Kotamadya Semarang pada tahun 1994 di Kotamadya
Semarang untuk anak-anak SD se-Kotamadya Semarang, tercatat data bahwa
keberhasilan pengajaran membaca Al-Qur’an di SD se-Kotamadya Semarang hanya 16%
saja ( sumber dari Drs. H.M Sukindar, Kepala Kantor Departemen Agama Kotamadya
Semarang pada tanggal 22 Januari 1995).
Catatan-catatan
tersebut memberikan kesimpulan bahwa telah terjadi peningkatan ketidakmampuan
umat Islam, khususnya generasi mudanya dalam membaca Al-Qur’an. Maka sejak
tahun 1980-an di Indonesia bermunculan ide-ide dan usaha untuk melakukan
terobosan dalam menanggulangi ketidakmampuan umat Islam Indonesia dalam membaca
Al-Qur’an. Diantara tokoh pembaru yang cukup menonjol adalah KH. As’ad Humam
dari Kotagede Yogyakarta.
KH. As’ad Humam bersama
kawan-kawannya yang dihimpun dalam wadah Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan
Mushalla (Team Tadarus AMM) yogyakarta, telah mencari bentuk baru bagi sistem
pengelolaan dan metode pembelajaran membaca Al-Qur’an. Setelah melalui studi
banding dan uji coba, maka pada tanggal 21 Rajab 1408 H ( 16 Maret 1988)
didirikanlah Taman kanak-kanak Al-Qur’an (TKA) ‘AMM” Yogyakarta.
Setahun kemudian, tepatnya tanggal
16 Ramadhan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPA) “AMM” Yogyakarta. Antara TKA dan TPA tidaklah memiliki perbedaan sistem,
keduanya hanya berbeda dalam hal usia anak didiknya. TKA untuk anak-anak usi TK
(4,0-6,0 thn), sedang TPA untuk anak-anak usia SD (7,0-12,0).
Bersamaan dengan didirikannya TKA
TPA, KH As’ad Humam tekun menulis dan menyusun buku Iqro’, Cara Cepat Membaca
Al-Qur’an, yang kemudian lebih dikenal sebagai “Metode Iqro’. Metode ini
ternyata telah sanggup membawa anak-anak lebih mudah dan lebih cepat dalam
belajar membaca Al-Qur’an.
Berkat ditemukannya metode Iqro’ ini
yang sekaligus dibarengi dengan gerakan TKA-TPA, akhirnya seluruh tanah air
Indonesia terjadi suasana dan gairah baru dalam belajar membaca Al-Qur’an.
Lebih-lebih setelah lembaga baru lainnya, seperti TKAL, TPAL, TQA, Kursus Tartil
Qur’an,BKB Iqro’, dan lain-lain juga didirikan mengiringinya .
Maka terjadilah suatu gerakan baru
yang dikemas dalam gerakan M5A ( Membaca,Menulis, Memahami, Mengamalkan dan
Memasyarakatkan Al-Qur’an). Bahkan kemudian, gairah dari gerakan ini tidak
hanya terbatas di wilayah tanah air Indonesia saja, namun juga merambas ke
negeri-negeri jiran (tetangga).
Sebagai bukti monumental terhadap
kepeloporan KH. As’ad Humam dalam gerakan pembelajaran membaca Al-Qur’an di
Indonesia, maka Munas LPTQ yang ke VI tahun 1991 telah menetapkan TKA “AMM”
sebagai Balitbang Sistem Pengajaran Baca Tulis Al-Qur’an LPTQ Nasional di
Yogyakarta (SK LPTQ Nomer : 1 tahun 1991).
Setahun kemudian tepatnya pada
tanggal 3 Januari 1992, Pemerintah RI melalui Menteri Agama memberikan Piagam
Penghargaan kepada KH. As’ad Humam, sebagi Pembina Tilawatil Qur’an di
Indonesia. Kemudian bersamaan dengan pembukaan Festival Anak Shaleh (FASI) IV
tanggal 11 juli 1999, di Istana Bogor , Presiden B.J Hababie berkenan
menganugrahkan Piagam Piagam Penghargaan kepada KH. As’ad Humam karena
kepeloporannya menggerakkan pendidikan Al-Qur’an di Indonesia. Piagam itu telah
diterima langsung oleh Ibu Iskilah As’ad Humam (sebagai ahli waris) dari tangan
Presiden B.J Habibie.
B. Tujuan dan Target TPQ
Terbentuk di Indonesia
TPQ mempunyai tujuan untuk menyiapkan anak
didiknya agar menjadi generasi yang qur’ani yaitu generasi yang mencintai
Al-Qur’an, komitmen dengan Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an sebagai bacaan
dan pandangan hidup sehari-hari”. Untuk tercapainya tujuan TPQ, perlu
merumuskan target-target operasionalnya dalam waktu kurang lebih satu
tahun diharapkan anak muridnya mempunyai kemampuan :
1. Membaca Al-Qur’an dengan benar, sesuai dengan
kaidah-kaidah ilmu tajwid
2. Melakukan shalat dengan baik, dan terbiasa hidup dalam
suasana yang Islami
3. Hafal beberapa surat pendek, ayat-ayat pilihan dan
do’a sehari-hari.
Kemampuan
membaca Al-Qur’an dengan benar merupakan target pokok yang harus
dicapai
oleh setiap santri, oleh karena itu pada saat munaqosah (ujian) kemampuan
membaca Al-Qur’an dijadikan materi pokok, sedang materi-materi yang lain
sebagai materi penunjang, materi-materi penunjang ini akan didalami pada Taman
Pendidikan Al-Qur’an lanjutan (YPQL).
C. Sejarah
TPQ di NTB
Taman Pendidikan Al-Qur’an
(TPQ) merupakan Wadah Pendidikan yang dipandang efektif untuk membangun
kepribadian generasi yang beraklak mulia, yang dapat melahirkan tokoh-tokoh
Pembaharuan dan pencetak generasi-generasi tangguh yang siap meramaikan dan
memperjuangkan medan dakwah Islamiyah. Untuk membentengi mereka haruslah sejak
dini kita bekali mereka dengan pendalaman ilmu agama serta membiasakan mereka
untuk berakhlaqul karimah baik terhadap orang tua, guru, keluarga atau
dengan sesama teman-teman mereka serta menumbuhkan rasa cinta terhadap
Al-Qur’an. Dalam merealisasikan hal tersebut maka sangat dibutuhkan suatu wadah
yang dapat menampung mereka dan membimbing mereka secara lebih intensif
yaitu bimbingan yang ada diluar pendidikan formal yang kita kenal dengan Taman
Pendidikan Al-Qur’an (TPQ).
Orang-orang sasak yang
sangat alim dan taat yang naik haji, sekembalinya dari makkah, membuka
pengajian di rumahnya untuk pesantren dan masjid, sehingga pendidikan agama
islam yang terkenal dan populer di lombok yang dijuluki Tuan Guru, antara lain
adalah Tuan Guru Haji Umar. Beliu dilahirkan di Kelayu Lombok Timur kurang
lebih pada tahun 1200 H. Leluhur beliu terkenal orang alim dan taat menjalankan
syariat.
Dapat dikatakan bahwa pada
awal abad ke-20 ini adalah mulai kebangkitan agama islam di Lombok. Bebrapa
ulama islam yang tidak kurang jasanya dalam pembinaan dan pengembangan agama
islam di lombok adalah Tuan Guru Haji Muhammad Saleh alias Tuan Guru Lopan.
Beliu terkenal dengan seorang yang wara’ dan tak kenal lelah dalam usahanya mengembangkan
ajaran ushul dan fikih di kalangan umat islam. Selain itu ajaran sufi pun
berkembang pula, seperti yang terdapat di Pademare, Sakra, Mesanggok, Gerung,
Karang kelok dan lain-lain.
Lembaga Tahfidz Pertama di
NTB adalah al aziziyah. Pondok
Pesantren Al-Aziziyah berlokasi di Dusun Kapek Desa Gunung Sari Kecamatan
Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di
NTB. Kehadirannya ditengah masyarakat pada 3 November 1985 didirikan oleh
almarhum TGH Mustafa Umar Abdul Aziz. Ponpes ini memang dihajatkan tahfidz.
Sampai usia ke-30 tahun ini, Al-Aziziyah telah
mencetak ribuan penghafal Alqur'an yang tersebar di Indonesia termasuk di luar
negeri. “ Al-Aziziyah sejak pertama didirikan telah membuka khusus lembaga
tahfidz sampai saat ini tetap menjadi cirri khas ponpes yang saat ini telah
berusia 30 tahunan,” terang pengasuh sekaligus pengawas Ponpes Al-Aziziyah
bidang tahfidz H. Husnul Sabandi, M.Pd kepada Radar Lombok, Selasa
kemarin (7/6).
Awal mula lembaga tahfidz berdiri jelasnya,
usai TGH Mustafa Umar Abdul Aziz menimba ilmu di Mekkah
Al-Mukarramah. Saat itu, tidak ada lembaga pendidikan secara khusus
mengajarkan tahfidz. Misalnya Ponpes Nurul Hakim, Kediri Lombok Barat
fokus pada bidang bahasa dan kitab. Begitu juga dengan Ponpes
Al-Islahudiny dan lain-lainnya. Memang masing-masing ponpes membentuk
cirri khas, begitu juga yang dilakukan Al-Aziziyah.
Sejak itu, lembaga ini merekrut para
santri-santriwati yang siap dibina menjadi tahfidz dengan mencetak para hufadz kalam-kalam
Allah. Pada lomba-lomba bidang tahfidz, santri sering diikutkan dan keluar
sebagai juara. Ustadz Fathul Aziz Musthafa Umar salah seorang guru di
ponpes menjadi juara tahfidz internasional di Makkah tahun 1988. Selain itu
banyak santri yang menggondol juara dalam acara MTQ tingkat nasional.
Bahkan ponpes ini selalu menjadi barometer pemerintah daerah untuk
mengirimkan wakilnya dalam lomba tahfidz dan tafsir Alqur’an.
Ponpes Al-Azizyah semakin dikenal sebagai gudangnya
para penghafal Alqur'an. Sampai saat ini, Ponpes Al-Aziziyah disebut
sebagai pencetak para penghafal pertama di NTB.Dari tahun ke tahun, jumlah
santri yang mondok terus bertambah. Saat ini santinya sebanyak 2.375 orang
terdiri seribu santri putra dan 1.375 santriwati. Dalam setiap
membuka pendaftaran, masyarakat yang menyantri anak-anak 800 hingga 1000 calon.
Santri saat ini, NTB baru selanjutnya luar daerah seperti Bali, NTT,
Kalimantan, dan Jawa. Selain itu, sebanyak 7 santri berasal dari
Malaysia dan Singapura.
Ponpes Al-Aziziyah telah mewisudakan
sebanyak 500 santri yang khatam 30 juz yang diselenggarkan 3 kali. Sedangkan
tahfidz 10-20 juz telah melahirkan ribuan penjaga ayat-ayat Allah. Dari ribuan
santri yang telah diluluskan, banyak dipercaya menjadi imam-iman masjid dan
meneruskan ilmunya.
Dijelaskan H Husnul Sabandi, Ponpes
Al-Aziziyah yang memiliki ciri khas bidang tahfidz memiliki metode bagaimana
cara menghafal. Sejak berdiri, Al-Aziziyah menggunakan metode hasil
penggabungan dua metode yakni metode sima’i (ketika santri menghafal,
terlebih dahulu guru/pendamping memberikan contoh cara membacanya, baru diikuti
santri) dan metode qiro’ati (pada metode ini, santri langsung menghafal yang
diperdengarkan di hadapan gurunya).
Terkait lagu bacaan, para santri tidak
ditekankan pada satu saja namun diperbolehkan mengikuti cara bacaan
Al-Ghamidi, Al-Misyahari, As-saud, dan syeikh lainnya yang sering didengarkan.
Para santri dipersilahkan mengikuti karakter suaranya yang dianggap gampang
untuk mempermudah mengingat hafalannya. “ Yang penting kualitasnya (kekuatan
hafalan disertai tajwid yang benar), baru kuantitasnya (suaranya),” jelasnya.
Secara historis pembelajaran Al-quran
di Indonesia tumbuh dan tersebar beriringan dengan tersebarnya agama Islam.
Dimana ada umat Islam sudah dipastikan segera diikuti dengan berdirinya masjid
atau mushalla yang disamping sebagai tempat ibadah juga sekaligus sebagai
sentral pengajian baik pengajian anak-anak, remaja, dewasa, orangtua, maupun
pengajian umum.
D.
Masuk dan Berkembangnya
Agama Islam di Lombok
1. Labuan
Lombok Pusat Perdagangan
Sejak
abad ke 13 Masehi Labuan Lombok banyak dikunjungi para pedagang yang berasal
dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi. Dengan demikian agama Islam mulai
merasuki Lombok. Mula-mula kedatangan mereka untuk berdagang, kemudian banyak
diantara mereka yang bertempat tinggal menetap bahkan mendirikan
perkampungan-perkampungan. Sampai sekarang pun masih dapat kita lihat
bekas-bekasnya seperti perkampungan Bugis di Labuan Lombok. Para pendatang
dengan suku Sasak mengadakan hubungan. Dalam hubungan itu timbul rasa saling
hormat menghormati dan harga menghargai. Dengan sadar atau tidak sadar
terjadilah ambil mengambil dan pengaruh mempengaruhi dalam berbagai bidang
seperti budaya dan agama. Yang dianggap baik dan cocok diterima sedangkan yang
tidak cocok ditinggalkan.
Labuan
Lombok sebagai pelabuan dagang disinggahi para pelaut dan saudagar muslim dari
Jawa dan mulailah timbul bandar-bandar tempat para pedagang sehingga semakin
ramai. Selanjutnya melalui saluran perdagangan tersebut terbawa pula
kitab-kitab kesusateraan yang bernafaskan agama Islam seperti Roman Yusuf,
Serat menak. Selain itu juga, Al Qur’an terbawa oleh para pedagang untuk
mengaji di tempatnya masing-masing.
Ketika
berkembang pesatnya perdagangan rempah-rempah, di Bali dan Lombok sudah berkembang
perdagangan sarung yang diangkut oleh kapal-kapal dari Gresik.. Menurut
Wisselius kemungkinan besar bahwa sejak abad ke-14, pedagang-pedagang
muslim telah melakukan pelayaran dan perdagangan di sepanjang Pantai Utara
Pulau Jawa, Selat Madura Pesisir Timur pulau Lombok, pulau-pulau Sunda
Kecil sampai ke Maluku. Dengan demikian penyebaran agama Islam di pulau Lombok
melalui perdagangan, perkawinan, dan juga melalui seni sastra, ukir, pewayangan
dan lain-lain.
2.
Berkembangnya Agama Islam
Agama
Islam masuk di Bumi Selaparang tidak lama setelah runtuhnya kerajaan Majapahit
karena pada waktu itu sudah ada pedagang-pedagang muslim yang bermukim dan
berniaga di Lombok kemudian mereka menyebarkan agamanya. Bukti yang paling
eksplisit menjelaskan kedatangan Islam di Lombok adalah Babat Lombok yang
menjelaskan bahwa ”Sunan Ratu Giri memerintahkan raja-raja Jawa Timur dan
Palembang untuk menyebarkan Islam ke Indonesia Bagian Utara yaitu :
1. Lemboe
Mangkurat dengan pasukannya dikirim ke Banjar
2. Datu
Bandan dikirim ke Makasar, Tidore, Seram, Selayar
3. Anak
Laki-Laki Raja Pangeran Perapen berlayar ke Bali, Lombok, dan Sumbawa
Menurut
Faille, setelah turun dari kapal, pasukan pangeran Prapen mendarat, Raja Lombok
dengan sukarela memeluk Agama Islam tetapi rakyatnya tetap menolak sehingga
terjadi peperangan yang dimenangkan oleh pihak Islam. Pendapat lain menyebutkan
bahwa Raja Lombok awal mulanya menolak kedatangan Islam, namun setelah Pangeran
Prapen menjelaskan maksudnya yaitu untuk menyampaikan misi suci dengan cara
damai maka beliaupun diterima dengan baik, tetapi karena hasutan rakyatnya
kemudian Raja Lombok ingkar janji dan mempersiapkan pasukan sehingga terjadilah
peperangan. Dalam peperangan itu, Raja Lombok terdesak dan melarikan diri
tetapi malang bagi raja yang dikejar oleh Jayalengkara lalu beliau dibawa
menghadap ke Pangeran Perapen. Beliau kemudian diampuni dan mengucapkan dua
kalimah syahadat serta dikhitan. Masjidpun segera dibangun sedangkan Pura,
Meru, Babi, dan Sanggah dimusnahkan. Seluruh rakyat diislamkan dan dikhitan
kecuali kaum wanita penghitanannya ditunda atas permintaan Syahbandar Lombok.
Setelah
berhasil mengislamkan Raja Lombok, Sunan Perapen dengan pasukannya mengislamkan
kedatuan-kedatuan lainnya seperti Pejanggik, Langko, Parwa, Sarwadadi, Bayan,
Sokong dan Sasak (Lombok Utara). Hal ini memiliki bukti-bukti adanya
tinggalan arkeologi seperti mesjid-mesjid tua, makam-makam kuno dan sebagainya.
Dalam mengislamkan kedatuan-kedatuan lainnya, sebagiannya masuk Islam dengan
sukarela sebagian lagi masuk Islam dengan cara kekerasan seperti di Parigi dan
Sarwadadi. Setelah itu beberapa tahun kemudian seluruh Lombok memeluk agama
Islam, kecuali Pajarakan dan Pengantap.
Sekitar
abad ke-16, penyebaran agama Islam juga masuk melalui pantai utara Bayan dan
dari arah barat sekitar Tanjung. Pembawanya adalah seorang syekh dari Arab
Saudi bernama Nurul Rasyid dengan gelar sufinya Gaoz Abdul Razak. Makamnya
terletak di Kuranji di sebuah desa pantai barat daya Lombok. Gaoz Abdul Razak
mendarat di Lombok bagian utara yang disebut dengan Bayan. Ia pun menetap dan
berdakwah di sana mengawini Denda Bulan yang melahirkan seorang anak bernama
Zulkarnaen. Keturunan inilah yang menjadi cikal
bakal raja-raja Selaparang. Kemudian Gaoz Abdul Razak mengawini lagi Denda
Islamiyah yang melahirkan Denda Qomariah yang populer dengan sebutan Dewi
Anjani.
Berita
lain menyebutkan, Sunan pengging, pengikut Sunan Kalijaga datang ke Lombok pada
tahun 1640 untuk menyiarkanagama Islam (sufi). Ia kawin dengan putri dari
kerajaan Parwa sehinggga meninmbulkan kekecewaan raja Goa. Selanjutnya, raja
Goa menduduki Lombok pada tahun 1640. Sunan Pengging terkenal dengan nama
Pangeran Mangkubumi lari ke Bayan. Salah satu bukti yang dapat dijadikan
sebagai kajian tentang awal penyebaran agama Islam adalah Mesjid Kuno Bayan
Beleq. Disinilah mulai awal terbentuknya TPQ di NTB , dimana ada masjid dan
musholla disana tempat pembelajaran Al-Qur’an.
DAFTAR
PUSTAKA
ARIF SYARIFUL,sejarah TPA/TPQ dan sistem Pendidikan
Qur’an,dalam http://darussalamplawar.blogspot.co.id/2013/10/sejarah-tpa-tpq-dan-sistem-pendidikan.html,
diakses pada tanggal 14 februari 2018 pada pukul 17.46 WITA.
TEAM TADARUS “AMM”
YOGYAKARTA, Tujuan
dan Target TPQ Terbentuk di Indonesia, dalam http://www.makalah.info/2014/10/tujuan-dan-target-tpq-terbentuk-di.html,
diakses pada tanggal 20 februari 2018 pada pukul 10.53 WITA.
HARTANTI EMA,Sejarah Perkembangan Pengajaran Al-Qur’an di
Indonesia,https://anfieldvillage.wordpress.com/2015/04/09/sejarah-perkembangan-pengajaran
–Al-qur’an-di-Indonesi/, diakses pada tanggal 20 Februari 2018 pada pukul
21.40 WITA.
Hery Mahardika,
lembaga tahfiz pertama di NTB
, Dalam https://radarlombok.co.id/lembaga-tahfidz-pertama-ntb-cetak-ribuan-hafidz.html,
diakses pada tanggal 7 maret 2018 pada pukul 09.27 WITA.
SUDIRMAN, masuk dan
berkembangnyaagama islam di lombok , dalam http: //
pkbmdaruttaklim.wordpress.com/2013/02/05/sejarah-lombok/,diakses pada tanggal 7
maret 2018 pada pukul 09.40 WITA
0 komentar:
Posting Komentar